capoeiravadiacao – Pemerintah Amerika Serikat dan Israel, melalui Presiden Donald Trump dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, baru saja meluncurkan sebuah proposal perdamaian baru untuk Gaza yang diklaim mendapat dukungan dari sejumlah negara Arab dan Indonesia. Dokumen tersebut berisi paket 20–21 poin strategis yang mengatur masa depan Gaza, status keamanan, pembebasan sandera, dan pemerintahan transisi. Berikut ulasan lengkapnya dalam beberapa aspek utama.
1. Pokok-pokok Proposal Perdamaian
Rencana perdamaian itu antara lain mencakup:
- Gencatan senjata langsung jika kedua belah pihak setuju, dengan penghentian sementara operasi militer.
- Pembebasan sandera (hidup dan meninggal) dalam jangka waktu 72 jam setelah Israel menyetujui seluruh kesepakatan.
- Penarikan pasukan Israel secara bertahap, namun dengan syarat-syarat keamanan yang ketat agar Gaza menjadi zona bebas radikalisme.
- Pelepasan tahanan Palestina yang ditangkap usai 7 Oktober 2023, termasuk wanita dan anak-anak.
- Pemerintahan transisi atau otoritas teknokrat yang bukan partai politik lokal, yang akan mengelola Gaza untuk jangka waktu tertentu sebelum penyerahan fungsi ke otoritas Palestina.
- Demiliterisasi Gaza, artinya kelompok bersenjata lokal (misalnya Hamas) tidak diperbolehkan mempertahankan kapabilitas militer.
- Kontrol keamanan Israel di beberapa kawasan, sebagai bagian dari syarat jaminan keamanan Israel terhadap serangan lintas batas.
- Pembangunan kembali infrastruktur Gaza, termasuk pembongkaran ranjau dan pelatihan polisi lokal yang aman dan profesional.
Jika proposal ini diterima secara luas, konflik Israel-Hamas di Gaza bisa memasuki babak baru — dari eskalasi militer menuju rekonstruksi dan pengaturan kekuasaan lokal yang lebih koordinatif.
2. Dukungan dari Negara Arab dan Indonesia — Realitas atau Klaim?
Dalam pernyataan publik, pihak AS dan Israel menyebut bahwa rencana ini “didukung oleh negara-negara Arab” dan “Indonesia secara simbolis mendukung”. Menurut klaim, beberapa pemimpin Arab telah dilibatkan dalam pembicaraan sebelumnya atau setuju prinsipnya. Indonesia juga disebut-sebut dalam konteks bahwa negara dengan populasi muslim terbesar di dunia “mendukung upaya perdamaian ini”.
Namun, perlu dicermati:
- Tidak semua negara Arab secara terbuka menyatakan dukungan; beberapa justru mengkritik aspek-aspek tertentu dari proposal tersebut, terutama yang dinilai melemahkan hak-hak Palestina atau meniadakan kontrol lokal.
- Dukungan Indonesia, sejauh ini, tampaknya lebih berupa klaim dari pihak penggagas proposal, bukan pernyataan resmi dari pemerintah Indonesia yang menjelaskan isi dukungan secara rinci.
- Banyak pemimpin Arab menekankan bahwa solusi Gaza harus mencakup hak Palestina atas kedaulatan, kontrol lokal, dan tanggung jawab keamanan—bukan sekadar pengaturan tunggal dari pihak luar.
Jadi, “dukungan” tersebut lebih bersifat politis dan deklaratif, bukan jaminan bahwa setiap butir proposal bisa diterima oleh semua pihak.
3. Kritik dan Tantangan dari Berbagai Pihak
Meskipun digembar-gemborkan sebagai terobosan baru, rencana ini juga menuai kritik serius:
- Beberapa pengamat menilai langkah seperti penarikan sebagian pasukan Israel namun tetap mempertahankan kendali keamanan dan demiliterisasi Gaza sebagai inkonsisten dengan gagasan kedaulatan Palestina.
- Opsisinal oposisi Israel, kelompok Palestina (termasuk Hamas), dan negara Arab tertentu khawatir bahwa usulan pemerintahan teknokrat dan penempatan Israel di zona keamanan akan melemahkan peran rakyat Gaza dalam mengelola wilayah mereka sendiri.
- Kritik lain muncul terkait potensi pelanggaran hak asasi manusia, terutama bila pengambilan keputusan terjadi di luar mekanisme demokratis lokal.
- Tantangan praktis besar menanti: pengawasan internasional, pembiayaan rekonstruksi, keamanan perbatasan, dan proses penyerahan kekuasaan menuju otoritas yang diakui.
4. Implikasi Bagi Palestina dan Israel
Beberapa konsekuensi yang bisa muncul jika proposal ini berjalan:
- Bagi Palestina (Gaza): Harapan untuk stabilisasi dan pembangunan kembali infrastruktur, namun ada kekhawatiran bahwa demokrasi lokal bisa dikompromikan oleh kekuatan luar dan kontrol militer Israel.
- Bagi Israel: Menteri PM Netanyahu bisa memperoleh legitimasi diplomatik, dan keberlanjutan konflik jangka panjang mungkin bisa ditekan. Namun, kompromi keamanan sangat sensitif dan bisa memicu resistensi internal.
- Untuk kawasan Arab dan Indonesia: Jika benar terlibat dalam dukungan atau agenda perdamaian, mereka bisa memainkan peran diplomatik lebih besar. Tetapi mereka juga harus berhati-hati agar dukungan tidak merusak kredibilitas dalam isu Palestina atau dianggap “menjual” kepentingan rakyat Gaza.
5. Kesimpulan dan Harapan ke Depan
Rancangan perdamaian Gaza ala Trump-Netanyahu merupakan upaya ambisius untuk menghentikan konflik panjang melalui pendekatan langsung, kontrol keamanan, dan tata kelola transisi. Meskipun diklaim mendapat dukungan dari negara Arab dan Indonesia, kenyataannya sangat bergantung pada bagaimana setiap negara maupun pihak Palestina menanggapi detil-detil proposal itu.
Tantangan terbesar bukan hanya soal persetujuan awal, melainkan bagaimana proposal ini bisa diwujudkan di lapangan: dari keamanan, legitimasi lokal, keberlanjutan pembangunan, hingga peran rakyat Gaza dalam menentukan masa depan mereka sendiri.

