capoeiravadiacao.org Pemerintah Aceh terus berpacu dengan waktu dalam masa tanggap darurat bencana hidrometeorologi yang melanda sejumlah wilayah. Di Posko Penanggulangan Bencana di Kantor Gubernur Aceh, Sekda Aceh M. Nasir memimpin rapat evaluasi bersama jajaran pemerintah, lembaga teknis, dan perwakilan pemerintah pusat. Rapat tersebut dihadiri juga oleh Wamen Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nezar Patria serta unsur terkait lainnya.
Dalam forum itu, Sekda menegaskan bahwa fokus utama pemerintah saat ini adalah percepatan distribusi logistik dan pembukaan kembali akses jalur darat yang terputus akibat bencana. Menurutnya, tanpa akses jalan yang normal, bantuan pangan dan kebutuhan dasar lain tidak akan pernah benar-benar menjangkau seluruh warga terdampak.
Skala Bencana yang Sangat Besar
Hingga memasuki hari keenam masa tanggap darurat, data menunjukkan skala bencana yang sangat besar. Lebih dari 1.434.000 jiwa tercatat terdampak. Jumlah korban meninggal mencapai 277 orang, sementara lebih dari 670 ribu warga harus mengungsi di 888 titik pengungsian.
Kerusakan infrastruktur dilaporkan cukup parah. Jalan lintas utama tertutup material longsor, jembatan putus, dan sejumlah fasilitas umum lumpuh. Kondisi ini membuat distribusi bantuan dan mobilisasi alat berat membutuhkan koordinasi sangat ketat.
Sekda Nasir menyebut bahwa dalam situasi seperti ini, kecepatan dan ketepatan distribusi logistik menjadi faktor penentu.
“Yang menjadi utama adalah memastikan seluruh wilayah terdampak mendapatkan distribusi logistik,” tegasnya.
Jalur Darat: Kunci Kelancaran Logistik
Kepala Dinas PUPR Aceh memaparkan perkembangan pembukaan jalur kritis. Lintas tengah Gayo Lues dari arah Babahroet, Abdya, sudah bisa dilalui truk enam roda sehingga pasokan logistik mulai mengalir ke wilayah tersebut. Hal ini menjadi kabar baik di tengah banyaknya jalur yang masih terputus.
Namun, beberapa ruas lain masih dalam kondisi rawan dan belum terbuka sepenuhnya. Ruas Aceh Utara–Bener Meriah, Gayo Lues–Aceh Tengah, Langsa–Aceh Tamiang, serta KKA–Bener Meriah membutuhkan tambahan alat berat dan pasokan BBM yang stabil untuk mempercepat proses pengerjaan.
Kadis PUPR, Mawardi, menjelaskan bahwa ketika empat ruas utama ini tersambung, distribusi beras dan logistik lainnya akan jauh lebih lancar dan merata. Jalur darat menjadi tulang punggung distribusi, terutama untuk wilayah yang tidak dapat dijangkau lewat jalur udara atau laut.
Prioritas BBM untuk Alat Berat
Menyikapi laporan tersebut, Sekda Aceh meminta Pertamina untuk memprioritaskan distribusi BBM bagi operasional alat berat. Ia menekankan pentingnya suplai bahan bakar ke wilayah yang menjadi titik krusial pembukaan jalan, mulai dari Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues hingga Aceh Tenggara.
Tanpa BBM, alat berat tidak dapat dioperasikan dan proses pembukaan jalan akan terhambat. Imbasnya, bantuan ke pengungsian akan semakin terlambat dan kondisi warga berpotensi memburuk.
Operasi Basarnas di Medan Sulit
Basarnas yang telah bergerak lebih awal sebelum penetapan status tanggap darurat, melaporkan bahwa total 1.458 orang telah dievakuasi hingga hari kesembilan operasi. Dari jumlah itu, 164 orang dinyatakan meninggal dunia.
Tim SAR menghadapi tantangan berat, terutama di wilayah Aceh Tengah. Ketiadaan BBM menghambat mobilitas perahu karet, kendaraan operasional, dan pergerakan tim menuju lokasi-lokasi terpencil. medan yang berat dan cuaca yang tidak menentu membuat setiap upaya evakuasi membutuhkan energi dan koordinasi ekstra.
Meski demikian, Basarnas terus melanjutkan operasi dengan memaksimalkan sumber daya yang tersedia, berkolaborasi dengan TNI, Polri, serta relawan lokal.
Transportasi Darat, Udara, dan Laut Dioptimalkan
Di sektor transportasi, Sekda Nasir memberikan apresiasi kepada Dinas Perhubungan (Dishub) Aceh. Ia menilai kinerja Dishub sangat krusial dalam menjaga konektivitas antarwilayah di tengah bencana.
Dishub berhasil mengoordinasikan dua penerbangan pesawat Pegasus milik PT PGE untuk mengangkut masyarakat ke wilayah Gayo Lues, Aceh Tengah, dan Bener Meriah. Pesawat tersebut juga dimanfaatkan untuk membawa perangkat komunikasi BNPB yang diperlukan di lokasi bencana.
Selain jalur udara, konektivitas laut juga dioptimalkan. Pelayaran ke wilayah terdampak tetap dijalankan dengan pengawasan ketat. Kapal penumpang dan logistik seperti KMP Ekspres Bahari dan KN Berhala milik Navigasi Belawan dipersiapkan untuk pergerakan dari dan menuju pelabuhan-pelabuhan kunci di Aceh Utara, Langsa, Krueng Geukueh, dan Belawan.
Upaya ini menunjukkan bahwa penanganan bencana dilakukan secara terpadu dengan memanfaatkan seluruh moda transportasi yang tersedia.
Tantangan Listrik dan Energi
Selain persoalan akses jalan dan logistik, Sekda Nasir juga menyoroti masalah listrik dan ketersediaan energi. Ia meminta PLN untuk mempercepat penyelesaian perbaikan tower transmisi Bireuen–Arun yang terdampak bencana.
Ketersediaan listrik sangat penting untuk mendukung operasional posko, rumah sakit, layanan komunikasi, serta kebutuhan dasar warga. Tanpa listrik yang stabil, penanganan bencana akan semakin rumit.
Sekda juga mengajukan permintaan penambahan kuota BBM dan LPG. Banyak wilayah dilaporkan telah kehabisan stok, sementara kebutuhan energi meningkat akibat pemakaian untuk dapur umum, genset posko, dan rumah-rumah yang mulai kembali ditempati.
24 Jam yang Sangat Menentukan
Menutup arahan dalam rapat evaluasi, Sekda Aceh M. Nasir menegaskan perlunya fokus penuh dalam waktu dekat.
“Dalam 24 jam ke depan kita konsentrasi membereskan jalur-jalur kritis agar semua penanganan lainnya bisa mengikuti,” ujarnya.
Pembukaan akses dinilai sebagai kunci yang akan menentukan keberhasilan langkah-langkah lanjutan. Jika jalur vital bisa dipulihkan segera, distribusi logistik, layanan kesehatan, dan pemulihan sosial ekonomi akan berjalan lebih efektif.
Di tengah bencana yang membawa duka mendalam, instruksi tegas dan kerja terpadu ini diharapkan mampu mempercepat pemulihan dan menghadirkan kembali harapan bagi masyarakat Aceh yang terdampak.

Cek Juga Artikel Dari Platform dailyinfo.blog
